Ada banyak cara menciptakan harmonisasi. Ada banyak jalan menghormati
perbedaan etnis. Dan di jantung Tanah Jawa, di salah satu sudut Kota
Solo, Kampung Sudiroprajan, ada begitu banyak pesan keakuran yang tumbuh
dari generasi beda leluhur. Perbedaan yang tumbuh tanpa gesekan, tanpa
amarah, dan saling olok-olok.
Etnis Jawa, etnis Tionghoa. Keduanya hidup dalam satu tarikan napas
tradisi yang dilingkari budaya saling menghargai. Jelang prosesi edekah
bumi atau buk teko, kesibukan tak cuma menjalari masyarakat Jawa. Mereka
yang berdarah Tionghoa pun turut sibuk. Bersama mempersiapkan ritual
syukur kepada bumi dan alam semesta.
Sedekah bumi ini sesungguhnya adalah pengantar untuk sebuah perhelatan
besar. Perhelatan yang sejak lima tahun silam digelar di Sudiroprajan
menjelang Tahun Baru Imlek. Pesta akbar itu bernama Grebeg Sudiro.
Turun ke jalan bersama ketika malam datang, berkeliling mengumbar terima
kasih pada Sang Kuasa dalam keriangan, seperti memutus batas antara
etnis Jawa dan Tionghoa. Tak ada lagi perbedaan garis nenek moyang. Yang
mereka tahu segala wsujud syukur adalah hak seluruh kaum di muka bumi.
Imlek, sejatinya adalah momen pergantian tahun paling penting bagi etnis
Tionghoa. Periode muram selama di kisaran 1968 sampai 1999 ketika
perayaan Tahun Baru Imlek dilarang, kini telah memudar. Semua berubah
ketika pada 2000 setelah Presiden Abdurrahman Wahid turun tangan.
Bahkan, selanjutnya Imlek diresmikan sebagai hari libur di era Presiden
Megawati Sukarnoputri mulai 2003.
Di Kampung Sudiroprajan, etnis Tionghoa dan Jawa gembira bersama
menyambut Imlek. Sebagai Kampung Pecinan, Sudiroprajan memang seperti
sebuah lembah pembauran suku Jawa dan Tionghoa.
Dahulu, tempat ini adalah pasar keraton yang menjelma menjadi wilayah
perdagangan utama dengan hidupnya Pasar Gede Hardjonagoro, pasar
tradisional terbesar di Surakarta. Dan khususnya di Kampung Balong,
Sudiroprajan kini juga sesak oleh mereka yang berdarah Tionghoa.
Orang-orang Tionghoa sudah ada di Surakarta diperkirakan pada 1746,
tidak lama setelah kota itu dijadikan ibu kota kerajaan dinasti Mataram
oleh Pakubuwono Kedua.
Dahulu, masyarakat etnis Tionghoa harus tunduk pada peraturan pemerintah
Kolonial yang diskriminatif. Ruang gerak mereka dibatasi dan dilarang
memiliki tanah. Bahkan, tempat tinggal mereka pun dilokalisir di wilayah
yang kini dikenal dengan nama Balong.
Namun, dalam perkembangannya kini Kampung Balong masih tetap bertahan
sebagai Kampungan Pecinan. Kampung yang melunturkan jarak antara etnis
Tionghoa dan masyarakat Jawa setempat. Apa pun, Sudiroprajan adalah
sebuah contoh bahwa perbedaan tak semestinya dihiasi dengan ragam
permusuhan.
Perhelatan Grebeg Sudiro tinggal menunggu waktu. Warga Sudiroprajan
mempersiapkan segalanya dengan matang. Hal paling penting adalah
gunungan berisi makanan berupa mi atau kue keranjang. Tak tertinggal
liong naga, tarian yang selalu muncul di setiap perayaan Imlek.
Grebeg Sudiro telah berlangsung sejak 2007. Ini memang bukan sebuah
sejarah masa lampau, tapi masuk dalam kategori sejarah baru kontemporer.
Tahun ini, tema Grebeg Sudiro adalah Guyub Rukun Agawe Santosa, Sudiro
Kampung Kebhinekaan, Bersatu dalam Keberagaman. Bagi etnis Tionghoa,
acara ini sama artinya meminta berkah pada Sang Pencipta, berharap
pergantian tahun bakal dipenuhi keberkahan.
Grebeg Sudiro adalah sebuah pesta. Pesta syukur, pesta persahabatan,
pesta menjelang pergantian tahun. Arak-arakan yang dihiasi ragam tradisi
adalah wujud keriangan dalam perbedaan.
Tak tertinggal lampion besar berbentuk teko yang dikenal bok teko. Ini
adalah ikon Kampung Sudiroprajan. Syahdan, tutup teko Pakubuwono Kedua
jatuh di jembatan sungai kecil di kawasan Sudiroprajan. Teko itu tak
kunjung ditemukan saat dicari. Dan kini, jembatan itu dinamakan Jembatan
Bok Teko.
Teko adalah simbol masyarakat, sedangkan tutup teko sebagai simbol
penguasa. Masyarakat dan penguasa sudah semestinya bersatu agar
terbangun hidup yang tenteram dan sejahtera. Ketentraman yang terbungkus
dalam pertalian antaretnis yang beragam. Antaretnis yang tak saling
bermusuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar